Senin, 10 November 2014

Kesenjangan (Gap) antara konsumen dan perusahaan jasa

Pelaku usaha yang bersifat jasa memiliki tanggung jawab yang lebih kompleks dibandingkan dengan usaha di bidang manufaktur atau perdagangan. Sifat jasa yang intangible menyebabkan konsumen lebih sulit melakukan evaluasi terhadap produk sehingga perlu upaya khusus manajemen untuk meyakinkan calon konsumen bahwa produk yang diinginkan adalah sesuai dengan kebutuhan. Seringkali kendala yang terjadi adalah perbedaan persepsi maupun harapan antara konsumen dan yang dibangun oleh manajemen. Menurut Phillip Kotler ada lima jenis kesenjangan, berikut adalah ringkasan beserta contoh kasusnya :

1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Merupakan kesenjangan yang terjadi karena perbedaan persepsi antara manajemen dan harapan konsumen. Mungkin manajemen menganggap bahwa suatu keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan adalah sama seperti apa yang diharapkan oleh konsumen, namun faktanya bahwa konsumen lebih mengharapkan keunggulan lain. Contohnya, perbedaan antara persepsi manajemen sebuah bank dengan nasabah. Manajemen bank menganggap dalam melakukan aktivitas tarik dan setor tunai, nasabah akan merasa puas jika dapat dilayani dengan jumlah teller yang banyak, ramah dan tanggap. Namun ternyata nasabah lebih senang melakukan aktivitas dari mesin setor tunai otomatis dan anjungan tunai mandiri. Dampak dari kesenjangan ini adalah terjadinya missleading/salah arah dalam menentukan kebijakan manajemen yang berdampak pada kurangnya tingkat kepuasan konsumen. Untuk menghindari hal tersebut, sebelum menentukan kebijakan, pihak manajemen seharusnya terlebih dahulu melakukan riset pasar maupun evaluasi kepuasan konsumen seperti misalnya melalui kuesioner sehingga mengetahui bagian mana yang butuh perbaikan. 

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. 
Merupakan kesenjangan yang terjadi karena manajemen kurang detail dalam merumuskan standart kinerja untuk mencapai kualitas layanan optimal. Seringkali pihak manajemen dapat menangkap harapan konsumen mengenai pelayanan yang diinginkan, namun sayangnya tidak menyusun standart kinerja yang jelas untuk mencapai harapan konsumen tersebut sehingga membuat karyawan eksekutif bingung dan masing-masing membuat standart operasional procedure sesuai keinginannya yang berdampak pada kekacauan sistem pelayanan. Misalnya seorang manajer rumah makan memberi tahu cleaning service untuk menjaga kebersihan dengan menyapu lantai tanpa memberi spesifikasi sehari berapa kali dan pada saat seperti apa lantai harus disapu. Kesenjangan ini dapat terjadi karena manajemen tidak memberikan komitmen total terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya maupun kelebihan permintaan. Komitmen manajemen yang tidak memadai bisa disebabkan oleh orientasi manajemen yang lebih berjangka pendek (accounting oriented), misalnya penjualan, laba, pangsa pasar, dan sebagainya yang berkaitan dengan keuangan jangka pendek. 

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penghantaran jasa. 
Merupakan kesenjangan yang terjadi karena karyawan eksekutif tidak dapat memberikan kualitas jasa seperti spesifikasi kualitas jasa yang ditetapkan oleh manajemen. Akibanya adalah kepuasan konsumen yang menurun. Hal tersebut terjadi bisa karena karyawan yang kurang memahami standart kinerja, tidak sepaham dengan manajemen, kurang qualified dalam memenuhi standart, beban kerja terlalu besar, atau karena tidak ada pengawasan sehingga karyawan ‘menggampangkan’ standart kinerja yang ditetapkan manajemen. Contohnya, seorang karyawan rumah makan tidak menggunakan seragam ketika bekerja dengan alasan tidak ada manager yang mengawasi. Kesenjangan ini dapat terjadi karena banyak faktor, mulai dari karyawan yang tidak memahami job description, ketidak cocokan karyawan dengan pekerjaannya, kurangnya penguasaan teknologi yang merupakan bagian dari deskripsi kerja, tidak ada kesadaran untuk maju, tidak ada budaya perusahaan yang mendukung.

4. Kesenjangan antara penyerahan jasa dan komunikasi eksternal.
Kesenjangan yang terjadi karena ketidak sesuaian janji kualitas jasa dengan kualitas jasa yang diberikan. Berbeda dari produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum kita membeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli akan mencari bukti mutu jasa tersebut. Karena itu, tugas penyedia jasa adalah mengelola bukti tersebut dengan baik untuk menjaga kepercayaan konsumen. Perusahaan jasa dapat berupaya menunjukkan mutu layanan mereka melalui bukti fisik dan presentasi. Namun apabila komunikasi yang terjadi antara pembeli dan perwakilan perusahaan tidak sesuai maka hal ini akan mengecewakan pembeli. Contoh : Sebuah perusahaan jasa kursus musik mengiklankan produknya dengan brosur bergambar studio musik yang sangat bagus. Akan tetapi tempat kursus yg digunakan tidak sesuai dengan gambar pada brosur kursus musik tersebut. Penyebab kesenjangan ini adalah Komunikasi horizontal yang tidak memadai yang menyebabkan perbedaan persepsi antar anggota manajemen, perbedaan kebijakan dan prosedur antar cabang atau departemen, kecenderungan untuk memberi janji secara berlebihan. 

5. Kesenjangan antara jasa anggapan dan jasa yang diharapkan. Kesenjangan yang terjadi 
karena ekspektasi/persepsi konsumen terhadap kualitas jasa berbeda dengan persepsi manajemen. Jika konsumen memberikan persepsi yang mengarah pada hal positif maka akan menjadi keuntungan bagi manajemen. Sebaliknya jika kualitas pelayanan dipersepsikan lebih rendah oleh konsumen maka akan menjadi masalah bagi manajemen. Misalnya, seorang manajer mini market menugaskan salespersons-nya untuk selalu mengamati setiap konsumen yang masuk ke toko, sehingga ketika konsumen tersebut terlihat ling-lung/bingung, maka personel toko tersebut dapat menanyakan kebutuhannya dan membantunya. Namun bagi beberapa orang, hal tersebut membuat mereka merasa tidak nyaman seakan-akan dicurigai akan mencuri sesuatu. Penyebab kesenjangan ini adalah manajemen tidak melakukan evaluasi tingkat kepuasan konsumen sehingga beberapa layanan jasa yang cenderung membuat sebagian besar konsumen tidak puas masih tetap diberlakukan. - Semoga bermanfaat

Kamis, 06 November 2014

Visi, Inovasi, Kreasi lahir dari kelemahan dan penderitaan

Visi, inovasi, kreasi, tritunggal yang wajib dimiliki oleh setiap perusahaan. Sekecil apapun skala usahanya, pasti ada tujuan dalam setiap kegiatan manajemen yang dilakukan yang dilakukan demi terwujudnya Visi. Dalam kaitannya dengan manajemen strategis di era yang sangat dinamis ini, visi berperan sebagai pengendali laju, pun sebagai 'driving force' bagi setiap perencanaan kegiatan manajemen yang akan dilakukan. Inovasi dan kreasi menjadikan usaha yang dijalani tetap eksis, serta mampu menjawab kebutuhan konsumen.

Pada kenyataannya kita menemukan bahwa visi, inovasi kreasi perusahaan merupakan suatu turunan dari visi, inovasi, kreasi seorang leader. A visionless leader akan melahirkan visionless employee. Sebaliknya seorang pemimpin yang visioner tahu kemana ia akan pergi dan mampu membawa dirinya dan orang-orang yang ia pimpin menuju arah yang tepat. Visi juga yang akan menjadi landasan seseorang berinovasi dan berkreasi.

Salah satu kemampuan basic seorang leader adalah kemampuannya untuk melihat gambar besar kebutuhan yaitu kebutuhan yang ada di masyarakat, di lingkungannya yang juga menjadi kebutuhannya. Perlu kita ingat bahwa visi selalu lahir dari keadaan yang sulit, penuh dengan kelemahan dan penderitaan bahkan kekurangan. Tidak akan pernah lahir seorang Mahatma Gandhi dan pemikirannya jika tidak pernah ada penjajahan di India. Tidak akan lahir Martin Luther King Jr dan kharismanya jika tidak pernah ada diskriminasi ras di Amerika. Tidak akan pernah kita kenal Mark Zuckerberg dan inovasinya jika tidak pernah ada kerinduan bertemu seseorang yang terpisah jarak dengan kita.


Chairman CT Corpora, Bapak Chairul Tanjung pernah berkata "saya adalah akumulasi dari apa yang saya lakukan di masa lalu." Keteguhan dan keuletan beliau untuk menjalankan visinya di masa lalu menjadikan beliau menikmati hasilnya di masa kini dan mendatang. Kalau kita baca di buku biografi beliau yang berjudul Si Anak Singkong, kita menemukan kenyataan awal kehidupan Pak CT ketika masih berstatus pelajar dan mahasiswa, tidak begitu menyenangkan untuk anak seusianya kala itu. Banyak keterbatasan fasilitas, kesusahan hidup, kekurangan biaya bahkan yang beliau alami. Namun dari situlah muncul suatu pemahaman yang tajam mengenai permasalahan masyarakat, terutama dalam hal kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan. Pak CT belajar secara langsung dari pengalamannya, dan dari pengalamannya itulah beliau melahirkan sebuah Visi yang bertajuk Visi Indonesia 2030, sebuah pandangan mengenai keadaan bangsa Indonesia yang sudah masuk ke jajaran negara maju tahun 2030. Tidak heran jika beliau dipercaya menjadi Ketua Komite Ekonomi Nasional dan sempat menjadi Menko Perekonomian pada akhir masa pemerintahan SBY.

Jika saat ini mungkin belum menemukan apa visi yang akan kita kerjakan, mari lihat permasalahan yang kita hadapi. Siapa tahu Tuhan memang sengaja menaruh berbagai kesulitan di hidup kita agar kita belajar secara langsung sehingga mampu mengenali sebuah permasalahan dengan baik dan memberikan solusi terbaik yang bermanfaat bagi orang lain. Pemimpin dengan visi yang tajam melahirkan inovasi dan kreasi yang tepat serta menginspirasi panyak orang- Selamat Berkarya